SELAMAT DATANG DI TELINGALEBAR.BLOGSPOT.COM-*PENGAWAL HUKUM DAN PENGAWAS KINERJA APARATUR NEGARA SERTA NKRI HARGA MATI-*

Sabtu, 04 Agustus 2012

Masyarakat Perlu Tahu UU Untuk JPU

mengadili perkara tersebut disertai surat dakwaan. Kemudian Pasal 143 ayat (4) KUHAP menentukan bahwa turunan surat pelimpahan perkara serta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasa hukumnya dan penyidik, bersamaan menyampaikan surat pelimpahan perkara itu ke PN,” katanya pada extremmepoint.com di Kantor Hukum Satya Wira Yustisia, Surabaya. “Juga pada KUHAP Pasal 145 ayat (1), menentukan bahwa pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa sesuai alamat, tempat tinggalnya dan jika alamat tidak diketahui maka harus disampaikan ditempat kediaman terakhir dan ayat (3), apabila terdakwa berada dalam tahanan, maka surat panggilan disampaikan kepadanya melalui Pejabat Rumah Tahanan Negara,” tambahnya. “Pada Pasal 146 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa pihak JPU menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa harus memuat tanggal, hari dan jam sidang juga untuk perkara apa ia dipanggil, harus diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya 3 hari,” pungkasnya. Aturan-aturan ini yang harus dilalui oleh JPU agar masyarakat mengetahui jika berkepentingan dan juga sekedar tahu untuk wawasan hukum sehingga tidak dikatakan buta hukum. (YYK)

Masyarakat Bengkalis "DITIPU" PT MAS

BENGKALIS, EXTREMMEPOINT.COM : - Pengaturan pada sektor agararia merupakan tulang punggung dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Maka dari itu para founding fathers menegaskan hal tersebut dalam konstitusi kita sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi Bumi, Air, dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengaturan kebijakan dibidang agraria sejatinya bukan hanya mencakup masalah pengaturan administrasi kepemilikan tanah saja, namun pengaturan kebijakan dibidang agraria mestilah berorientasi pada pengaturan sumber-sumber agraria (air, bumi dan ruang angkasa) serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Hal ini didukung dengan corak perekonomian masyarakat Indonesia yang agraris. Persoalan yang saat ini kerap muncul ke permukaan baik dimedia cetak maupun elektronik lokal dan nasional adalah munculnya konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan-perusahaan pemegang izin usaha baik HGU, HPHTI, dan bentuk perizinan lainnya). Konflik tersebut apabila kita klasifikasikan merupakan konflik agraria yang bersifat vertikal. Konflik ini disebabkan oleh adanya kekeliruan dalam pengaturan kebijakan mulai dari pemberian izin, pelaksanaan amanat yang termaktub dalam izin serta pengawasan pelaksanaan izin tersebut. Konflik agraria model ini secara umum ditengarai oleh kebijakan dalam hal ini perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah, lazimnya setiap perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah mesti dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang diamanatkan dalam keputusan mengenai perizinan tersebut, dan ini harus diselesaikan oleh pemegang izin sebelum operasional perusahaan dimulai. Akibat dari kekeliruan dalam pemberian izin dan lemahnya peran pemerintah dalam pengawasan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam izin yang telah dikeluarkan menyebabkan masalah ini menjadi berlarut-larut dan berpotensi menimbulkan gerakan protes masyarakat terhadap negara secara massif dan struktural. Persoalan konflik agraria model ini selayaknya mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk diselesaikan secara konfrehensif dan tidak parsial agar tidak berpotensi menjadi gelombang protes masyarakat yang semakin lama semakin membesar dan menimbulkan revolusi sosial. Hal ini karena tanah sangat esensial hubungannya dalam kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan masyarakat akan turut mempengaruhi kepentingan masyarakat terhadap tanah baik sebagai alat produksi, tempat tinggal, fasilitas umum/publik, fasilitas sosial, fasilitas negara, sarana pembangunan dan lain sebagainya. Kepentingan pada sektor agraria sangat menjadi sorotan dalam putaran roda perekonomian dunia, hal ini bukan hanya sekedar memenuhi kapasitas produksi pangan melainkan industri pertambangan, pulp and papper, palm oil serta industri lainnya. Oleh karena itu pengaturan pada sektor agraria mestilah benar-benar mampu mengakomodir kepentingan masyarakat terhadap sumber-sumber agraria dan negaralah yang berperan dalam hal ini sebagai organisasi kekuasaan rakyat. Dalam amanat UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria mengamanatkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung didalamnya merupakan kekayaan nasional dan hubungan dengan bangsa Indonesia bersifat abadi. Dalam kasus antara masyarakat dengan PT. Meskom Agro Sarimas di Kabupaten Bengkalis yang bermitra dengan Koperasi Meskom Sejati pada Januari 2002 silam telah menimbulkan berbagai masalah. Namun hingga saat ini masih belum mendapat perhatian serius baik dari perusahaan pemegang izin maupun pemerintah dalam menyikapi permsalahan yang muncul ke permukaan. Ada beberapa masalah yang muncul ke permukaan mulai dari proses perizinan yang disinyalir ada unsur kebohongan dalam membuat dasar pemberian izin, pendistribusian tanah seluas 2 hektare (ha) kepada masing-masing anggota kelompok tani, pencemaran lingkungan, alokasi dana CSR/CD serta ketentuan-ketentuan lain yang diamanatkan baik dalam kesepakatan bersama dan izin (HGU) tersebut. Dasar dari diterbitkannya HGU untuk PT. Meskom Agro Sarimas adalah perjanjian kerjasama antara Koperasi Meskom Sejati dengan surat bernomor 006/KMS-S/I/2002 dengan PT. Meskom Agro Sarimas dengan surat bernomor 002/MAS-PB/I/2002 tertanggal 26 Januari 2002. Jika dalam proses terjalinnya kerja sama ini terdapat kebohongan-kebohongan yang disinyalir untuk memuluskan proyek ini terealisasi maka perlu kiranya bagi segenap stakeholder di negeri ini untuk bersama-sama meluruskan persoalan ini agar apa yang menjadi cita-cita kita bernegara serta semangat konstitusi kita dalam mengatur bidang agraria dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan sebagaimana yang telah diamanatkan. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan extremmepoint.com dilapangan, perjanjian kerja sama antara Koperasi Meskom Sejati dengan PT. Meskom Agro Sarimas ini merupakan bagian yang terpenting. Dalam perjanjian kerja sama tersebut memuat beberapa hal yang sangat prinsip yang meliputi luas lahan, pola kemitraan, hak dan kewajiban kedua belah pihak, waktu, biaya serta kesepakatan-kesepakatan lainnya yang bersifat mengikat antara kedua belah pihak. Pemerintah semestinya sikap dalam menyikapi permasalahan ini dengan membentuk Tim Terpadu yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Perusahaan dan Masyarakat (dalam hal ini anggota Koperasi Meskom Sejati) guna mengidentifikasi, menginventarisasi masalah-masalah yang selama ini terjadi serta melakukan rekonstruksi pada areal HGU PT. Meskom Agro Sarimas baik untuk menentukan tapal batas maupun penentuan lahan yang akan didistribusikan kepada masyarakat (anggota Koperasi Meskom Sejati). Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa konflik agraria yang ditengarai oleh perizinan oleh pemerintah mesti diselesaikan dengan kebijakan karena berkaitan erat dengan pelaksanaan aturan-aturan yang telah ditetapkan, pengawasan dan evaluasi dari izin tersebut. Merujuk pada Pasal 32 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 bahwa Hak Guna Usaha termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. Pendaftaran tanah dalam Pasal 19 ayat (1) adalah untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah, pada ayat (2) dijelaskan bahwa pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : a. Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Pada ayat (3) dijelaskan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaranya menurut pertimbangan Menteri Agraria. Hal ini semestinya menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis untuk melakukan pembenahan terhadap permasalahan antara masyarakat dengan PT. Meskom Agro Sarimas serta meluruskan proses-proses yang dinilai ada unsur kebohongan, inkonstitusional dan tidak melaksanakan prosedur yang telah diamanatkan serta permasalahan-permasalahan lain seperti pembuatan tapal batas, pendistribusian lahan milik masyarakat (anggota Koperasi Meskom Sejati), mengevaluasi tahapan pendistribusian serta hambatannya, pencemaran lingkungan serta alokasi dana CSR/CD. Hal ini merupakan langkah yang bijaksana dalam menyikapi masalah dibidang agraria saat ini. Masalah dibidang agraria saat ini telah menjadi masalah nasional yang mencuat karena ketimpangan sosial yang dilahirkan akibat kebijakan politik agraria kita yang keliru. Langkah bijaksanaan tersebut mesti didukung oleh segenap stakeholder, perusahaan pemegang izin, pengurus dan anggota koperasi serta masyarakat luas agar mampu mewujudkan keadilan sosial sebagaimana amanat konstitusi kita. Sudah saatnya kita berbenah sebelum segala sesuatunya terlambat. (SB1) Bersambung…………………