EXTREMMEPOINT.COM : - Meskipun
belum ada aturan baku tentang Diskresi dilingkungan Pejabat Publik
tetapi tidak berarti langkah itu dilarang untuk dilakukan, namun perlu
diuji telebih dahulu agar tidak terjebak dalam kasus Korupsi.
Menurut Kapolri (Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia) Jenderal Polisi, Timur
Pradopo yang dibacakan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris
Jenderal Sutarman mengatakan, “Mitigasi Risiko Terkait Dengan Diskresi
Kepala Daerah Agar Terhindar dari Pidana Korupsi,” katanya dalam
lokakarya yang diselenggarakan Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten
Seluruh Indonesia) di Jakarta, Senin (09/07).
Karena
untuk memajukan kesejahteraan umum daerah maka para Kepala Daerah harus
berperan aktif dalam kehidupan social, ekonomi masyarakat sesuai dengan
amanat Pembukaan UUD 1945.
“Kebijakan ini melekat dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan,” tambahnya.
Yang
perlu menjadi pedoman Kepala Daerah yaitu : 1. Apakah keputusannya itu
bertentangan dengan hukum, 2. Selaras dengan kewajiban umum pemerintahan
yang baik, 3. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum, 4. Apakah dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.
Menurut
Gamawan Fauzi, Mendagri yang dibacakan oleh Tarmizi Abdul Karim, Kepala
Badan Pelatihan Dan Pendidikan, Kemendagri mengatakan, “Modus baru
korupsi yang sering menjadi batu sandungan bagi kepala daerah seperti
menahan setoran pajak ke pusat dengan menyimpannya di rekening pribadi.
Juga, modus meminjam dari kas daerah, mark-up maupun cash back dari
rekanan proyek,” katanya pada saat buka lokakarya yang dihadiri sekotar
299 peserta.
Menurut Isran Noor, Ketua Apkasi mengatakan, “Harus ada kejelasan bagi para kepala
daerah, mana yang masuk ranah pidana, mana yang masuk perdata guna
menghindari kriminalisasi kebijakan para kepala daerah,” katanya pada
saat berikan sambutan pembukaan lokakarya.
Menurut Benhard Manurung SH, MH, Ketua LSM Telinga Lebar
mengatakan, “Para Pejabat Publik sebelum menentukan kebijakan ataupun
diskresi hendaknya meminta pertimbangan Akuntan Publik untuk membuat
Nota Keuangan dan Pedapat Hukum dari Advokat agar kebijakannya itu tidak
masuk dalam rana Korupsi,” kata pria yang suka canda ini pada dikantornya Jalan Bendul Merisi Surabaya. Rabu (11/07) 13.00 Wib.
“Jika
sudah terjadi adanya tindakan Korupsi dan perkaranya sudah masuk ke
Pengadilan seharusnya Pejabat Publik yang menjadi terdakwa hendaknya
diadili di Pusat. Bukan didaerah asal ataupun selain Pusat karena sudah
terbukti banyaknya Kepala Daerah ataupun Mantan Kepala Daerah yang
diputus oleh Pengadilan Tipikor Bebas namun ketika Jaksa melakukan
Kasasi justru diputus Bersalah,” tambahnya.
Menurut Pengamat Poleksosbud Hankamnas, Surowidjojo mengatakan, “Sayangnya sampai hari ini belum ada payung hukum untuk pelindung Pejabat Publik dalam memberikan Kebijakan Diskresi meskipun punya wewenang berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004. Lemahnya
ketentuan hukum tentang diskresi akan mempengaruhi Kepala Daerah dalam
mengambil kebijakan, inisiatif serta inovasi untuk kepentingan publik di
daerahnya,” katanya pada wartawan di loby Hotel Garden Surabaya saat
usai acara temu LSM. Kamis (12/07) 10.00 Wib.
"Hal tersebut dapat memberikan dampak dalam mengambil kebijakan diskresi, dan terbengkalainya program-program yang inovatif
guna mensejahterakan rakyatnya. Akhirnya banyak daerah yang lamban
perkembangannya dan terkesan pembangunan tidak merata juga
diskriminatif,” tambahnya.