SELAMAT DATANG DI TELINGALEBAR.BLOGSPOT.COM-*PENGAWAL HUKUM DAN PENGAWAS KINERJA APARATUR NEGARA SERTA NKRI HARGA MATI-*

Sabtu, 31 Desember 2011

POLDA BALI TETAPKAN TERSANGKA DIRUT BANK SWADESI

DENPASAR,EXTREMMEPOINT.COM:-Direktur Utama Bank Swadesi, yang beralamat di Jl. Samanhudi No. 37 Jakarta, Ningsih Suciati, dan para pejabat bank ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali karena diduga terlibat tindak pidana Perbankan sesuai UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan dan telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998

  “Bahkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bali sudah dikeluarkan Polda Bali tanggal 15 Desember 2011 lalu, surat ini ditandatangani oleh Direktur Reskrim Polda Bali Kombes Slamet Riyanto,” kata Jacob Antolis, S.H., penasihat hukum Rita Kishore Kumar Pridhnani (pelapor) kepada wartawan di Denpasar, Rabu (28/12) malam. Rita adalah pemegang sertifikat hak milik (SHM) No. 7442/Kelurahan Kuta atas sebidang tanah seluas 1520m2 berikut bangunan (villa Kozy) yang terletak di Jl. Kunti No. 9 RK, Seminyak, Kuta Utara. Rita melaporkan para pejabat bank asing ini dengan laporan polisi no: LP/233/VI/2011/Bali/Ditreskrim tanggal 25 Juni 2011.
Menurut Jacob Antolis, mengacu kepada UU Perbankan ini, Ningsih Suciati dkk ditetapkan sebagai tersangka karena pada intinya diduga dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank (ayat 1 huruf a); menghilangkan atau tidak memasukan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank (ayat 1 huruf b); mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan, atau merusak catatan pembukuan tersebut (ayat 1 huruf c). Ancaman hukuman penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya
 Rp 10 M dan paling banyak Rp 200 M.
  Atau mereka diduga dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam UU ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank (ayat 2 hufuf b). Ancaman hukumannya paling sedikit 3 tahun penjara dan paling lama 8 tahun serta denda minimal Rp 5 M, maksimal Rp 100 M.
   Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Bali, Acep Sudarman, dikonfirmasi pertelepon Rabu malam soal SPDP atas tersangka Ningsih Suciati dkk
 membenarkannya. “Ya betul kami sudah terima, baru-baru ini,” jawab Acep terburu-buru karena mengaku sedang ada kesibukan.
 Kasus ini bermula pada tahun 2008 ketika pelapor Rita Kishore Kumar Pridhnani selaku penjamin atas fasilitas kredit debitur atas nama PT Ratu Kharisma meminjam uang pada Bank Swadesi Denpasar dengan total plafond senilai Rp 10,5 M untuk perluasan usaha dengan jaminan tanah dan bangunan tersebut. Awalnya pelapor melaksanakan kewajiban membayar hutang lancar-lancar saja namun
  belakangan mulai ada sedikit masalah sehingga pemenuhan kewajiban tertunda.
  “Sesuai ketentuan Bank Indonesia, Bank Swadesi harus melakukan supervisi, pembinaan, pengawasan terhadap fasilitas kredit yang dicairkan agar fasilitas kredit dalam posisi aman dan lancar, dan apabila adanya keadaan luar biasa sehingga fasilitas kredit bermasalah maka seyogyanya pihak bank Swadesi melakukan langkah-langkah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) sebagai pembinaan dan mencari solusi jalan keluar agar nasabah seperti ini dapat kembali memenuhi kewajiban sebagai mana mestinya.
 PBI sudah memberikan pedoman bahwa apabila ada kredit bermasalah dapat dilakukan proses restrukturisasi kredit, reconditioning, dan resecheduling, dengan syarat bahwa obyek atau perusahaan yang dibiayai masih mempunyai prospek usaha yang baik. Tapi ini tidak dilakukan Bank Swadesi, justru klien saya langsung divonis pailit (dalam keadan tidak mampu) sehingga barang jaminannya dilakukan eksekusi lelang dengan nilai limit lelang jauh dibawah harga pasar yang wajar maupun berdasarkan penilaian independen,” tegas Jacob. Meski berbagai upaya hukum sudah dilakukan, Bank Swadesi ngotot mengajukan permohonan lelang ke KPKNL Denpasar melalui perusahaan jasa pra lelang PT Duta Balai Lelang.
  Anehnya, berdasarkan pengumuman lelang oleh Bank Swadesi, nilai limit lelang atas obyek tersebut berubah-ubah. Pada pengumuman tanggal 3 Februari 2011 untuk proses lelang eksekusi pertama, nilai limit lelang ditetapkan Rp 11,5 M. Pengumuman tanggal 28 April 2010, untuk proses lelang eksekusi kedua ditetapkan nilai limitnya Rp 9 M. Untuk proses lelang ketiga dalam pengumuman tanggal 22 September 2010 nilai limitnya diturunkan lagi menjadi Rp 7 M. Lalu diturunkan lagi untuk proses lelang keempat dan kelima menjadi Rp 6,3 M pada pengumuman tanggal 18 Oktober 2010 dan 11 Februari 2011. “Perubahan nilai lelang ini tidak disebutkan apa yang mendasari atau alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,” tuding Jacob.
Menurut pengacara dari Kantor Hukum Adhi Sogata ini, perubahan nilai limit lelang eksekusi tersebut tidak berdasarkan pada ketentuan pasal 36 ayat 1, 2 dan 3 jo
  pasal 38 Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.06/2010 dan pasal 1 ayat 1, pasa 10, pasal 11, pasal 14, dan pasal 18 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Tentu saja pelapor tetap keberatan. Selain karena proses awalnya diduga menyalahi aturan, juga karena
  nilai limit lelang dibawah harga pasar yang wajar dan penilaian independen. Malah melalui surat kabar, pelapor memasang pengumuman kepada siapapun agar tidak membeli villa Kozy karena sedang bersengketa. Hal ini juga diperkuat
  KPKNL Denpasar melalui suratnya No. S-1278/WKN.14/KNL.01/2010 tertanggal 01 Juni 2010 menjawab surat permohonan Bank Swadesi perihal penetapan hari dan tanggal lelang lanjutan ketiga. Pada intinya KPKNL menegaskan bahwa obyek lelang sedang dalam perkara di Pengadilan Negeri Denpasar sesuai register perkara No. 211/Pdt.G/2010/PN.Dps tanggal 22 April 2010 dan kuasa hukum penggugat mengajukan gugatan kembali ke Pengadilan Negeri Denpasar dengan perkara No. 260/Pdt.G/2010/PN.Dps tertanggal 21 Mei 2011
 terhadap obyek lelang dimaksud tidak dapat dilaksanakan lelangnya dengan mengunakan pasal 6 UUHT. KPKNL Denpasar menegaskan belum dapat menetapkan hari dan tanggal lelang karena sesuai ketentuan yang berlaku bahwa apabila terdapat gugatan dari debitur/pihak ketiga maka penjualan obyek tangungan dilakukan secara lelang dan memerlukan fiat eksekusi dari pengadilan sesuai pasal 14 ayat 2 UUHT. Begitu juga
  perdebatan
  sengit selama proses lelang, toh tak
 menyurutkan tekad
  Bank Swadesi-sebuah bank asing karena 76 % sahamnya dikuasai Bank of India- meneruskan lelang dan Sugiarto Raharjo terus maju sebagai peserta lelang.
  Akhirnya Sugiarto Raharjo dinyatakan sebagai pemenang lelang dengan nilai Rp 6.386.000.000.
  Siapakah Sugiarto Raharjo? Informasi yang diperoleh koran ini menyebutkan dia adalah adik kandung Ningsih Suciati, Direktur Utama Bank Swadesi pusat yang bersama bawahannya menjadi tersangka dalam kasus ini.
Setelah memenangkan lelang, Sugiarto Raharjo kemudian merubah SHM tanah tersebut menjadi atas nama miliknya, meski BPN pusat telah mengeluarkan penegasan kepada BPN Badung agar tidak ‘mengutak atik’ SHM atas nama Rita Kishore Kumar Pridhnani karena sedang bersengketa-atas permohonan Jacob Antolis.
  Lalu berbekal kutipan risalah lelang No. 059/2011 tertanggal 11 Februari 2011, Sugiarto Raharjo mengajukan permohonan eksekusi rill sehingga keluarlah penetapan Ketua Pengadilan Negeri Denpasar No. 07/Pdt.Eks/Riil/2011/PN.Dps tertanggal 28 Juli 2011. Menanggapi surat ini, Jacob Antolis dalam suratnya No. 002/JC/EKS/VIII/2011 kepada Ketua Pengadilan Negeri Denpasar memohon penundaan eksekusi rill karena berbagai kejanggalan seperti diuraikan di atas. “Kami mohon agar eksekusi rill ditunda dulu sampai proses hukum baik secara perdata, pidana maupun perlawanan eksekusi mendapat keputusan hukum yang berkekuatan hukum tetap,” ujar Jacob.(Tety)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar