SELAMAT DATANG DI TELINGALEBAR.BLOGSPOT.COM-*PENGAWAL HUKUM DAN PENGAWAS KINERJA APARATUR NEGARA SERTA NKRI HARGA MATI-*

Kamis, 06 September 2012

EXTREMMEPOINT.COM : - Sidang lanjutan Terdakwa Setiawan CS yang tersandung kasus Tindak pidana Korupsi Rabu (05/09) kembali dibuka untuk umum di gedung Tipikor PN Suirabaya. Kamis (06/09)
Sekedar diketahui, Kejadian ini bermula Terdakwa Setiawan mengajukan kredit pada BRI cabang kaliasin Surabaya pada tahun 2007 Sebesar Rp 35 miliar, salah satu jaminan mesin penggulung rokok, karena dianggap macet dan jaminan tak sesuai dengan standart pinjaman, maka kedua terdakwa jadi pesakitan tindak pidana korupsi. Setiawan selaku Kreditor dan Hartono selaku kepala BRI Cabang Kaliasin Surabaya, kembali menjalani serangkaian proses persidangan diruang Tipikor. Kedua Terdakwa ini harus mempertanggung jawabkan di pengadilan atas perbuatan yang dilakukan oleh keduanya, terkait tindak pidana Korupsi yang ditafsirkan merugikan Negara Miliaran rupiah. Perbuatan keduanya ini dilakukan dengan cara terdakwa satu, Iwan Setiawan Hermanto mengajukan Kredit sebesar Rp 35 miliar kepada pihak Bank BRI yang saat itu dijabat oleh Hartono selaku Kepala BRI cabang Kaliasin Surabaya, untuk pembelian dua buah Mesin. Yaitu, mesin penggulung rokok, dan Mesin Premer. Kedua mesin ini direncanakan akan digunakan untuk pembuatan rokok di Malang oleh Setiawan. Ide membuat pabrik rokok ini muncul dari Terdakwa Setiawan yang saat itu membaca di hrian Jawa Pos, bahwa ada Mesin pembuat rokok yang akan dijual dengan harga yang paling murah Rp 375 juta dan paling tinggi Rp 2 miliar. Sesudah membaca harian tersebut Setiawan-pun menghubungi Broker Riko untuk menanyakan mesin-mesin tersebut. Riko yang saat itu selaku Calo, langsung merespon pembicaraan Terdakwa melalui seluller. Kemudian Riko-pun mengajak terdakwa untuk bertemu. Sesudah kedua bertemu Riko menunjukan data Invoce penjualan kepada terdakwa. Mulai Dari harga terendah sampai tertinggi. Seperti mesin penggulung, Riko menjual dengan harga Rp 375 juta. Dan mesin primer dijual dengan harga Rp 2 miliar kepada terdakwa Setiawan. Dari hasil penjualan ini Riko mendapatkan fee sebesar Rp 50 juta dari Owner (Hasan Ayu). Saat itu Setiawan meyakinkan kepadaHartono sebagai pemegang kendali di BRI, bahwa mesin-mesin tersebut menghabiskan dana sekian miliar. Keterangan terdakwa ini menjadi Acuhan kuat dalam mengajukan kredit sebanyak Rp 35 miliar ke pihak BRI. Namun seperti kata pepatah, tak semudah membalik telapak tangan. Karena dalam pengajuan kredit terdakwa diminta harus Memenuhi beberapa persyaratan yang harus dipenuhi olehnya (Setiawan). Seperti mempunyai Perusahaan milik sendiri yang berbadan hukum, "Terdakwa layak dan pantas mendapatkan pinjaman. Jadi Saya dan Hartono sepakat memeberikan dana untuk Modal kerja sesuai kemampuan terdakwa," jelas saksi Shaleh SE, dari BRI selaku analis kredit dihadapan Antonius Simbolon SH, yang memimpin jalannya sidang. Namun perlu diketaui, kedua saksi, Riko dan Hasan Ayu dalam memberikan keterangan dipersidangan dinilai sangat Plin-Plan oleh Kertua Majelis Hakim (Antonius Simbolon). "Saya berharap kamu jangan memberikan keterangan yang merugikan diri anda sendiri. Nantinya. Yaitu, berbelit, ini kamu ada diliuar penjara yang masih bisa menghirup udara segar dan tahu tidak kalau susahnya orang dipenjara, jangan main-main," tegas laki-laki asal sibolga Tapanuli Utara ini kepada kedua saksi (Hasan Ayu dan Riko). (ROBBY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar