SELAMAT DATANG DI TELINGALEBAR.BLOGSPOT.COM-*PENGAWAL HUKUM DAN PENGAWAS KINERJA APARATUR NEGARA SERTA NKRI HARGA MATI-*

Kamis, 11 Oktober 2012

Awas! Penyesatan Politik Bergrilya

EXTREMMEPOINT.COM : - Pidato Presiden Minggu (07/10) tidak menyurutkan Polri dalam menindaklanjuti kasus Kompol Basewedan dan menuai kritikan Pengamat Politik dari UGM serta LSM.
Berawal dari Novel “MELAKUKAN” penembakan di kaki enam pencuri sarang burung walet. Satu diantara mereka akhirnya meninggal dunia. Kasus ini dibuka kembali setelah KPK selesai menggelar pemeriksaan kepada Irjen (Inspektur Jenderal) Djoko Susilo terkait “KORUPSI” Simulator SIM (Surat Izin Mengemudi) Korps Lalu Lintas Polri, Jumat pekan lalu. Sekira tiga jam setelah pemeriksaan Djoko Susilo, sejumlah perwira Polri menggeruduk KPK meminta Novel Baswedan diserahkan. Tetapi usaha penangkapan itu gagal karena ditolak pimpinan KPK. Ratusan demonstrans juga mengepung KPK menolak penangkapan Novel Baswedan. Mereka menilai ada 'kriminalisasi' KPK jilid II karena kasus yang menimpa Novel baru diungkap setelah delapan tahun peristiwa itu berselang. Menurut Pengamat politik dari Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum (Pukat) UGM, Oce Madril mengatakan, “Presiden mengatakan timing-nya tidak tepat, presiden tidak berhasil menangkap poin kriminalisasi pada kasus Novel. Isi pidato presiden pada poin itu tidak tegas,” katanya pada extremmepoint.com, Rabu (10/10). Dia menambahkan, "Saya tidak sepakat dengan pernyataan SBY yang mengatakan kasus Novel tidak tepat timing-nya. Berarti ada kemungkinan dilain waktu akan diproses. Ini bukan soal timing, tapi kejanggalan pada kasus itu. Banyak hal yang aneh," tambahnya. "Kalau memang penegakan hukum sudah sejak dari dulu dilakukan, tidak tiba-tiba ada penangkapan sebelum diperiksa," pungkasnya. Menurut Surowijoyo, Sekertaris LSM “Telinga Lebar” mengatakan, “Jika Polri tetap saja menindaklanjuti perkara Novel maka hal itu jelas-jelas tidak mengindahkan Pidato Presiden dan dapat dikatakan sudah berani menentang Presiden/Kepala Pemerintahan RI. Sedangkan pihak lain yang menyimpulkan Presiden tidak tegas dan adanya sinyal kriminalisasi terhadap kasus Novel itu cara pemikiran yang salah serta akan menimbulkan persepsi yang buruk kepada masyarakat,” katanya saat di loby Sahid Hotel Surabaya. “Pidato Presiden memberikan arti bahwa proses hukum Irjen Djoko Susilo biar diusut sampai tuntas kemudian kasus Novel dilanjutkan karena yang menjadi trend dan sorotan masyarakat secara luas lebih mengarah ke Korupsi daripada “PENEMBAKAN” terhadap pencuri sarang burung wallet tersebut. Bersifat bijaksana itu memang akan memberi artian tidak tegas, tidak jelas dan lain sebagainya, sedangkan ketegasanpun dapat juga diartikan sarkasme atau arogan, namun demikian kita sebagai Bangsa yang beretika, berbudaya dan beradab hendaknya selalu mencari solusi yang terindah,” tambahnya. “Karena kelicikan, kepicikan dapat merusak sendi-sendi hukum yang sudah dimulai dengan banyaknya revisi, uji materi dan riset saat ini dan semua itu hanya demi kejayaan NKRI dan kesejahteraan Bangsa. Kepada masyarakat kami menghimbau janganlah mudah terhasut dengan pola pikir yang merusak kepercayaan terhadap NKRI, Pancasila dan Pemimpin kita karena hal itu merupakan propaganda untuk menghancurkan Indonesia. Jika ingin mengkritik berikanlah kritik yang membangun bukan mengadu domba atau memecahbelah,” tegasnya. “Pola pikir yang selalu memadukan antara science (ilmu pengetahuan;red), etika dan budaya itu akan menghasilkan sesuatu yang unik, berkarakter dan akhirnya memberikan nilai tambah dan secara otomatis memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi Rakyat sesuai cita-cita dan tujuan negara kita,” pungkasnya dengan semangat sekali. Hanya yang positif dan memberi manfaat pada rakyat secara keseluruhanlah yang akan dekat bahkan menyatu pada pola pikir khalayak. Masyarakat yang kritis terhadap perkembangan semua bidang kehidupan akan memberi warna tersendiri untuk saat ini dan nanti. (TIMSUS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar