EXTREMMEPOINT.COM : -
Kota Surabaya menduduki ranking terbanyak Pejabat yang melakukan
Korupsi terbukti perkara yang dilaporkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya.
Sejak diresmikannya Pengadilan Tipikor Surabaya pada 17 Desember 2010 lalu amat jelas jika tren korupsi di Kota Surabaya masih mendominasi disbanding dengan kota besar di Jawa Timur.
Dalam
catatan Pengadilan Tipikor Surabaya sudah menerima 14 perkara korupsi
dari dua lembaga Kejaksaan (Kejari Surabaya-Kejari Tanjung Perak).
Salahsatunya ditangani Pengadilan Tipikor Surabaya, yakni perkara
korupsi pada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Perkara tersebut paling banyak menyeret beberapa Pejabat Pemkot Surabaya.
Kota
Sidoarjo menempati raking 3 (tiga). Kejari Sidorajo telah melimpahkan
10 berkas perkara korupsi. Disusul Situbondo dan Probolinggo
masing-masing lima perkara korupsi.
Menurut
Suhadak, Panitera Muda (Panmud) Tindak Pidana Korupsi mengatakan,
“Laporan tindak pidana korupsi di Jatim yang paling banyak memang Kota
Surabaya,” katanya pada extremmepoint,com dikantornya. Selasa (23/05)
Dia
menambahkan, “Perkara-perkara korupsi tersebut merupakan berkas perkara
yang dilimpahkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dan Kejari
Tanjung Perak. Kami juga baru saja menerima berkas perkara dari dugaan
korupsi di PT Dok Perkapalan yang ditangani oleh Kejari Tanjung Perak,”
tambahnya.
“Untuk
kota-kota yang lainnya seperti Gresik, Banyuwangi, Malang, Kediri,
Madiun, dan Bondowoso telah melimpahkan perkara korupsi ke kami, namun
tidak lebih dari 5 perkara,” tandasnya.
Madura
terlihat kosong. “Bisa saja hal itu dikarenakan kurangnya sosialisasi
oleh pihak Kejati. Jadi berkas perkara korupsi yang seharusnya ditangani
di Pengadilan Tipikor Surabaya, hanya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri
setempat,” jelasnya.
“Bayangkan
saja, antara perkara yang keluar dan perkara yang masuk tak sebanding.
Rata-rata hakim tipikor memerlukan waktu 120 hari untuk menyelesaikan
satu perkara korupsi, sedangkan dalam waktu 120 hari itu perkara yang
dilimpahkan ke kami bisa mencapai 3 sampai 4 perkara. Hingga sampai
hakim harus pulang mencapai pukul 9 malam,” pungkasnya.
Perlu
jadi perhatian sesungguhnya Pengadilan Tipikor masih kekurangan Hakim
Add Hock dalam persidangan. Selain jumlah Hakim yang terbatas, ruang
sidang hanya memiliki dua, kondisi seperti ini mengharuskan saksi,
terdakwa dan Hakim menunggu hingga sore untuk bersidang. (ROB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar