SELAMAT DATANG DI TELINGALEBAR.BLOGSPOT.COM-*PENGAWAL HUKUM DAN PENGAWAS KINERJA APARATUR NEGARA SERTA NKRI HARGA MATI-*

Jumat, 28 Oktober 2011


 

Situbondo (extrmmpoint.com) - Masih maraknya bisnis esek-esek di Kota Situbondo, rupanya membuat kalangan DPRD setempat jadi gerah. Betapa tidak, sejak ditetapkan tujuh tahun silam, perda nomor 27 tahun 2004 tentang larangan pelacuran tidak banyak berkutik. Razia penertiban yang dilakukan petugas seakan tidak bergigi lagi. Buktinya, hingga kini praktek prostitusi di Situbondo masih terus merajalela.

Padahal, untuk memberangus dunia pelacuran tersebut, setiap tahunnya APBD Situbondo sudah mengalokasikan anggaran yang tidak sedikit. Tak heran, jika kini kenyataan itu membuat sebagian anggota DPRD Situbondo mulai bertanya-tanya. “Setiap tahun sudah menghabiskan anggaran ratusan juta. Tapi praktek pelacuran tetap marak. Terus apa hasil yang dicapai dari dana yang cukup besar itu,” tukas Ketua Komisi I DPRD Situbondo, Syaiful Bahri, Senin (24/10).

Keterangan yang dihimpun Duta menyebutkan, untuk tahun anggaran 2011 ini, APBD Situbondo mengalokasikan dana sekitar Rp 395 jutaan untuk penegakan Perda 27 tahun 2004. Dana sebesar itu dibagi untuk mendukung kinerja Satpol PP dan Koordinasi Pelaksana Ketertiban Kabupaten (Kopeltibkab) Situbondo. Untuk Satpol PP, dana yang disiapkan APBD untuk memerangi pelacuran konon mencapai Rp 200 juta. Dari dana sebesar itu, Rp 150 juta untuk dana operasi, dan Rp 50 juta lagi sebagai dana pendukung, seperti untuk biaya tindak pidana ringan (tipiring); dan sebagainya.

Sedangkan untuk kegiatan Kopeltibkab, APBD Situbondo 2011 konon menyiapkan dana Rp 195 juta. Masing-masing, sebesar Rp 120 juta untuk dana operasi rutin; dan Rp 75 juta lagi untuk kegiatan operasi khusus, seperti penjagaan eks lokalisasi selama ramadhan, dan lainnya. Ironisnya, meski sudah didukung dana besar, hingga kini penegakan Perda nomor 27 tahun 2004 tak ubahnya masih seperti macan ompong.


“Makanya, kalau masih seperti ini, bukan tidak mungkin anggaran itu akan kita pangkas. Karena setiap alokasi anggaran itu sebenarnya berbasis kinerja. Kalau hasil kinerjanya tidak jelas, mending dialokasikan ke yang lain yang lebih menyentuh dan dibutuhkan masyarakat,” tegas Syaiful.

Wakil Bupati yang juga Ketua Kopeltibkab Situbondo, Rachmad SH, M.Hum mengatakan, pihaknya sudah banyak melangkah untuk penegakan Perda 27/2004. Di internal Satpol PP misalnya, sambung dia, pihaknya bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sudah melakukan bersih-bersih. Beberapa personil dan pejabatnya yang dicurigai terlibat dalam kebocoran setiap razia sudah digeser ke SKPD lain. “Saya pikir sudah bukan rahasia lagi, setiap razia seringkali bocor. Sehingga razia tidak ada hasil. Ini sudah kami tindaklanjuti,” tegasnya.

Lebih dari itu, tegas Rachmad, Kopeltibkab sudah merancang untuk membongkari warung di pinggiran jalan yang disinyalir jadi tempat pelacuran. Bahkan, pihaknya sudah dua kali melayangkan surat terkait rencana tersebut. Tak hanya itu, ke depan pihaknya juga akan menggencarkan razia KTP. Khususnya, di sejumlah lokasi yang diduga jadi tempat pelacuran. Razia KTP itu sekaligus untuk mengantisipasi merebaknya pelacuran modus baru. Yakni, berkedok sebagai pelayan warung. “Saya kira masalah pelacuran ini membutuhkan peran semua pihak. Mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sebagainya. Karena tidak mungkin ada pelacur kalau tidak ada hidung belangnya,” tandas Rachmad.(IWAN)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar