SELAMAT DATANG DI TELINGALEBAR.BLOGSPOT.COM-*PENGAWAL HUKUM DAN PENGAWAS KINERJA APARATUR NEGARA SERTA NKRI HARGA MATI-*

Rabu, 12 Oktober 2011

POTRET KEMISKINAN SITUBONDO

Situbondo (EXTREMMEPOINT.com)- Meski usia kemerdekaan  Negara  Republik Indonesia sudah ke- 66 tahun, namun  potret kemiskinan masih mewarnai kehidupan   masyarakat disejumlah wilayah di Indonesia, seperti yang dialami salah  satu keluarga dengan 9  anak yang hidup   di perkampungan nelayan Situbondo, tepatnya di Kampung Langgar, Desa Wringin Anom, Kecamatan Asembagus.

Suhammad (50), selaku kepala keluarga (KK) harus rela menghidupi sebanyak  9  anaknya yang diketahui masih kecil-kecil, namun karena   orang tuanya hanya berprofesi sebagai seorang  nelayan, keluarga besarnya   terkadang  hanya  diberi  makan atau asupan   nasi tiwul, yakni    nasi yang     terbuat dari ketela yang sudah  dihaluskan, sebagai pengganti nasi sebagai makanan pokok setiap harinya.

Ironisnya lagi, terkadang keluarga besarnya tersebut  harus  rela makan hanya satu kali dalam  sehari. Itu terjadi  jika orang tuanya yang hanya  berprofesi sebagai seorang   nelayan itu  tidak mendapat   tangkapan ikan, pada  saat pergi  melaut bersama para nelayan yang lain di kampungnya.

“Karena saya tidak mempunyai keahlian yang lain, dan  hanya menggantungkan hidup untuk mencari nafkah dari laut,    tak  jarang anggota keluarga saya hanya makan satu kali dalam sehari, jika  pada saat melaut sepi dengan  tangkapan ikan,” ujar  Suhammad (50), Minggu (9/10).

Sedangkan untuk terus bertahan hidup di perkampungan nelayan,  Sariani (48), selaku  ibu rumah tangga  bersama beberapa orang anaknya mencoba untuk meringankan beban suaminya, dengan cara  mencari dam memungut   daun kelapa yang sudah kering di sekitar perkampungan nelayan, daun kelapa yang sudah  kering itu  dijadikan sebagai   kayu bakar dalam memasak.

“Karena penghasilan suami terkadang hanya Rp. 20 ribu setiap harinya, sejumlah uang tersebut tidak cukup untuk membeli beras, karena itulah,  saya terpaksa hanya memberikan asupan  manakan nasi tiwul kepada anggota keluarga. Sebab, setiap harinya, saya harus memasak sekitar 5-7  Kg beras. Itupun makan tanpa adanya  lauk pauk, saya bersama  anggota keluarga  hanya makan nasi  dengan sambel saja,” beber ibu dengan sembilan anak ini.
        
Tidak hanya itu,  diderita yang dialami  oleh keluarga nelayan di Dusun Langgar, Desa Wringin Anom, Kecamaran Asembagus, namun   karena kemiskinan yang mendera kehdupannya, sebagian anak dari pasangan suami (Pasutri) Suhammad dan Sariani ini harus rela  tidak meneruskan pendidikannya, yakni harus  drop out (DO) dari sekolah dasar (SD) di kampungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar